Saturday, August 28, 2010

THE QUEEN HEART OF MINE

Tulisan SITI MASLIAH HAYATI

Sudah dua hari ini Kisa duduk mengerami tempat duduknya saat jam istirahat, matanyaliar saat bel berbunyi tiga kali pertanda jam istirahat dimulai, lalu tangannya selalu sigap membolak- balikkan buku yang sama sekali dianggapnya tak penting,ya, dua hari belakangan ini Kisa, terutama saat jam istirahat menjadi sedikit aneh.

"Kis, kenapa sih. Kamu nggak lagi dikejaragen CIA kan?!" desis Rani, Rani bukannya tidak mencium gelagat aneh yangdialami teman sebangkunya. Kisa menengok histeris, matanya seolah mencar ikepastian tidak ada yang memata- matainya saat itu.

"ini...!" desis Kisa sambilmenggoyangkan kedua tangannya yang kini berada di kolong meja, sementara matanya masih menatap Rani histeris. Heran, Rani membelokkan kepalanya kekolong meja Kisa.

"apaan...?" balas Rani mendesis. Pelan tapi pasti Kisa menarik kedua tangannya. Rani mengerutkan keningnya seolah tak paham dengan jalan pikiran sahabatnya, ada banyak tumpukankertas yang kini berjejal masuk ke dalam ruang lihat mata Rani, lalu kenapa?Tumpukkan kertas itu bahkan tak berarti apa- apa dimatanya. Ia menggelengpelan, benar- benar tak mengerti.

"aduuuuh! Nih, amplopnya. Ada yang lagi ngemata- matain aku, aku diteror, Ran! Diteror!" jerit Kisa tertahansambil menarik keluar beberapa amplop dari kolong mejanya. Rani menatap wajahKisa tanpa ekspresi, lalu diambilnya selembar kertas yang kini terdampar dimeja, sejurus kemudian Rani tertawa.

"Yaaaa, kirain cek! Mh,jadi kamu punya penggemar rahasia Kis! Aku kira apaan, lagian yang ngirimnyajuga sih pake amplop putih melompong polos kayak begitu, itu kan amplop duit!"seru Rani, dia memandang Kisa lagi, tampang tegang belum juga hilang dari wajahsahabatnya.

"terus yang bikin kamutegang sampe segitunya itu ini, surat 'teror' ini hah?" Rani menatap Kisa yangtak berekspresi apa- apa saat Rani memberi penekanan pada kata terror.

"Daridelapan belas surat surat, kamu baru baca satu, Ran"

"Terus?" kali ini giliran Rani yang tak berekspresi

"Belok kiri, masuk gang luruuus" ha..ha..ha. Rani terbahak.

"Nih," cepat- cepat Kisa mengalihkan pembicaraan, diambilnya satu surat ditumpukan bawah.

"Teroris ini tau semuayang aku kerjain mulai dari masuk kelas jam tujuh, sampe keluar jam dua siang!" Rani manggut- manggut mendengarkan penuh perhatian.

"Gampang aja" ucap Rani sambil membetulkan posisi duduknya. Kisa menunggu.

"Berarti, 'teroris' itu penghuni kelas ini!"

"Penghuni kelas ini?!..."Kisa diam sejenak .

"Faris?"tebak Kisa, Faris lah kandidat terkuat dikepala Kisa saat ini, Kisa pernah dikerjainya habis- habisan saat ulang tahunnya tiga bulan lalu.

"Nggak mungkin, Vina kan galak banget, mana mungkin Faris berani macem- mecem! Salah- salah si Faris dijitakin sampe bonyok." Rani memandang Kisa penuh keyakinan. Kisa mengangguk setuju.

"Galang?" ada nada berharap dalam suara Kisa. Rani memandang Kisa, sorot matanya seolah mengatakan nggak mungkin dong! Yang bener aja.

"Galang? Aduuh! Nggak banget deh. Ketua kelas model begitu nggak bakalan mungkin berani ngejailin orang. Kalo isi suratnya itu rumus bikin helikopter, aku percaya... soal bikinsurat cinta mah dia gagap." Kisa menyerah, tak berani membayangkan sisa adam dikelasnya yang tinggal 4 ekor. Semoga bukan mereka batinnya. Kisa tertegun

"Aku tinggal dulu ya, mau nyerahin makalah biologi dulu." Kisa mengangguk.

Kinihanya tinggal beberapa anak yang masih bertahan di ruang kelas ada yang membaca buku, ada yang malah membuka bekal makanan, ada yang sedang mengotak- atik HP. Ada yang masih menulis. Dan hhh, hanya Kisa yang masih diam, setidaknya dia tidak sehisteris beberapa saat yang lalu, meski kini masih juga dipandanginya buku- buku yang dibukanya secara asal tadi, setidaknya pikirannya lebih ringan sekarang. Kisa memandang keluar, menembus jendela yang berjejer rapi menempel di dinding, tatapannya terpaku di salah satu bangku kantin, di sana, di bangku yang agak pinggir dilihatnya Galang duduk sendiri, menunduk, seolah semua orang sedang memperhatikannya, sampai dia harus menundukkan mukanya karena malu, sejurus kemudian, Kisa melempar pandangan kebelakang tempat duduknya. Di mana di sana berdiritegak WC Pria. Heran, pikirnya iseng, kenapa anak lelaki senang sekali duduk-duduk di depan WC.

" Kisa.. Kis... Kisa...!" Kisa membelokkan badannya ke kanan lalu dilihatnya Danish berdiri disana, dibalik jendela tepat di belakangnya. Hh, Kisa bangkit perlahan, bukannya gila hormat, tapi keki juga dipanggil nama oleh adik kelas yang masih kelas sepuluh itu.

"Apa?" desis Kisa, dikusut-kusutkannya wajahnya agar terlihat sibuk, untung buku- bukunya belum ditutup. Batin Kisa sumringah.

"Kamu lagi sibuk, Kis?" ucap Danish, matanya yang sipit bertambah sipit saat air mukanya menunjukkan tampang menyesal.

"Nggak apa- apa sih. Datang jam istirahat model begini, pasti mau ngomongin hal yang penting 'kan?!" desak Kisa. Danish mengangguk pelan sambil tersenyum, jawaban yang mengecewakan Kisa, tapi Danish sangat berwibawa. Sejurus kemudian dia baru membuka mulutnya lagi.

"Cuma mau ngingetin aja, lomba caturnya tanggal 2, kita harus lebih sering latihan." Danish masih belum menanggalkan lekuk senyum di bibirnya, dari semua ekspresi Danish, inilah ekspresi yang paling disukai Kisa. Kontan Kisa tersenyum menanggapinya.

"Siip, pulang sekolah di XI IPA 6 ya, sekalian ajakin Rahman sama Riza." Danish tersenyum mengangguk, kemudian berlalu, meninggalkan Kisa yang kini tertawa- tawa sendiri dalam hati. Obrolan singkat itu mampu memutarbalikkan suasana hati Kisa. Rani yang baru saja kembali dari kantor gurupun dibuatnya heran setengah mati melihat tingkah Kisa yang tersenyum sesekali tanpa sebab, tapi tak diambil pusingnya hal itu, Rani hanya mengambil selembar kertas dari dalam tasnya kemudian beranjak lagi.

%%%%%%%%

"Kis... Kisa... Kisara!" seseorang memanggil di belakang Kisa saat perjalanan pulang hari itu. Sekolah sudah bubar sejak sekitar sejam yang lalu, jadi tidak sulit menemukan sosok yang memanggilnya barusan. Danish, lagi! Hhffh.

"Kenapa lagi Dan...?" jawab Kisa acuh, Danish tersenyum lagi. Hhh, kenapa gak to the point aja sih! Cakep- cakep, nyalinya cemen!. Batin Kisa, yakin kalo orang di depannya inilah yang jadi suspect utama

"Mmh, tadi kamu maennya bagus, mudah- mudahan kita bisa menang pas lomba nanti... Umh, jaga kesehatan ya? Kita kan ga punya pemaen cadangan cewe."

"Kisa balik tersenyum, Hah! Kena kamu, alasan ga ada pemaen cewe cadangan itu pasti cuma kamuflase!. Kisa girang bukan kepalang, kali ini keyakinannya pas 100% full tank!.

"Ok."

"Kisa," panggil Danish lagi. Aduhh!

"Ehh..., umh..., ga usah deh... nanti juga kamu..tau...." Danish memperlebar senyumnya. TAKK!! Kisa benar- benar merasakan palu godam tak berwujud menghantam kepalanya keras. Hah... hh... maksudnya apa lagi coba?! Pasti dia mau ngomong soal surat- surat itu...Hhh! sekarang perut Kisa terasa sakit, giginya gatal bukan main. Kisa berbalik, pelan tapi pasti diayunkan juga kakinya, makin lama makin cepat sampai benar- benar menghilang dari pandangan Danish.

%%%%%%%%%

"Ran, aku udah dapet tersangka utamanya!" bisik Kisa disela- sela pelajaran Biologi, hari itu Bu Nani, guru biologi sekaligus wali kelas XI IPA6 sedang menjelaskan sistem respirasi pada hewan.

"Hah? Masa? Siapa? Masih anak kelas sini ya? Dianya tau kalo kamu udah tau?" serobot Rani tak sabar, kira- kira orang secupu apa sih yang mengirim surat cinta pake amplop duit.

Kisa tersenyum,

"Selengkapnya jam istirahat!" seringai Kisa sok misterius.

"Hhh!" Rani menepuk pundak Kisa keras.

"Haha! Eh, sssstt.." desis Kisa sambil meletakkan telunjuknya di depan bibir.



"Danish?? Ah, Yang bener Kis? Bukannya dia masih kelas sepuluh ya?...kok bisa sih?!.." hampir- hampir Rani berteriak sampai Kisa harus meletakkan telunjuk di atas bibirnya lagi. Beberapa anak di sekitar mereka melirik spontan sebelum ahirnya kembali berjejal- jejal ria di depan gerobak bakso.

"Kamu tau dari mana?" bisik Rani tertahan sambil merelakkan sendok cendolnya melayang tepat di bawah mulutnya. Kisa terdiam sejenak.

"Pertamanya aku cuma feeling doang Ran. Eeh, taunya pas kemaren dia malah mau ngaku!"

Hening.

"Kis, kalo kita tangkep basah aja gimana?" usul Rani tiba- tiba saat perjalanan menuju kelas.

"Maksudnya?"

"Ya, kalo dia ga berani ngomong langsung pasti bakal pake surat lagi kayak kemaren!" Kisa setuju, kali ini mereka sudah berada tepat di depan pintu. Dan dengan setengah berlari, dua siswi itu mencapai meja duduk.

"Ada ga Kis?" tanya Rani tak sabar, Kisa belum menjawab, tangannya masih sibuk memilih- milih kertas di mejanya.

"Haaaah!" tiba- tiba Kisa mengangkat tangannya kaku, menggenggam sebuah amplop putih yang masih berperekat. Tak sabar, Rani mengambilnya, lalu menyobek salah satu ujungnya, kemudian membacanya dengan jelas.

Dear Kisa...,

Semoga kamu sehat pas lagibaca surat ini. Seneng banget deh aku bisa liat kamu seharian... Aku cuma pengen kamu tau... kalo aku pengen banget ngomong sama kamu, berterus terang tanpa harus pake perantaraan surat lagi...

Salam Manis Selalu, for the Queen Heart of Mine

Mr. Man

"Hahahaha! Ciieeee!!" lanjut Rani tepat setelah selesai membaca suratnya, Rani tak tahu kalo muka Kisa sudah memerah karena marah. Dengan sigap Kisa merebut surat itu, memungut surat- surat lain yang berserakan di atas meja, lalu berjalan tergesa keluar kelas. Meninggalkan Rani sendiri bersama beberapa anaklain yang terlihat sibuk, sebagian yang lainnya memandang Rani kikuk, seolahingin bertanya apa yang terjadi, lalu sedetik kemudian Rani sudah menaikki anak tangga menuju kelas Danish.

"Maksud kamu apa hah?" 'BRAKK!' Kisa menggebrak meja Danish keras. Belum lima menit Kisa meninggalkan kelas. Rani bersama anak X6 lainnya sudah bisa menikmati pertunjukkan yang dimainkan Kisa.

"Ma... 'maksud'... 'maksud' apa Kis??" Ringis Danish pilu, posisinya sudah mirip terdakwa yang didesak hakim.

"Nihh!" ucap Kisa angkuh sambil menyodorkan surat-surat bersampul amplop putih. Danish melirik Kisa sejenak, mukanya pucat pasi, lalu mengalihkan pandangannya pada orang- orang yang kini mengerumuninya, Kisa salah paham! batinnya. Lalu sejurus kemudian Danish sudah berdiri dan menggamit tangan Kisa, lalu meloloskan diri dari kerumunan untuk bicara berdua. Hanya sedetik berselang, kelas sudah riuh oleh sorakkan anak- anak kelas sepuluh, Rani hanya tersenyum lalu berbisik pelan, "hhh! Danish... Danish!"

%%%%%%%

"Terus siapa dong kalo bukan kamu yang ngirim surat- surat ini??"

Danish hanya tersenyum penuh pengertian. Semilirangin di belakang blok kelas sebelas membelai keduanya.

"Kurang tau, tapi menurutku pasti dari kelas kamu sendiri Kis..."

"...Mmh... aku udah punya pacar Kis.. hehe..namanya Nadia, anak SMA 29, nih kalo kamu mau nomor hapenya." BUK!! Kisa hanya diam menghadapi sodoran hp dari Danish. Bersyukur banget deh kalo sekarang KIAMAT!! Jerit hati Kisa parau.

"Umh, pas aku tahan kamu abis latihan itu, sebenernya aku mau ngomong kalo lomba caturnya ditunda jadi bulan depan, tapia ku pikir mendingan ga usah ngomong biar latihan kita tetep intensif."

Hening.

Kaku, Kisa meninggalkan Danish sendiri. Badannya terasa melayang, tulangnya serasa dilucuti satu- persatu. Hh! Malu- maluin! Udah kayak orang patah hatiiiii aja!

%%%%%%%%%

Sudah tiga hari sejak kejadian hari itu, Kisa belum mau menampakkan dirinya di sekolah, dan setiap hari itu pula Rani tak pernah absen menjenguk, juga tak pernah lupa bilang pada guru pengajar kalo Kisa lagi ga enak badan. Hari ini hari keempat.

"Kisara Vadia." absen bu Retno pada pelajaran terakhir, bahasa Indonesia.

"Tidak hadir Ibu" jawab Rani formal.

"Apa alasannya?"

"Kurang enak badan bu."

"Sudah dijenguk?"

"Sudah." jawab Rani masih lancar.

"Sakit apa?"

"Sakit hati bu! Hahaha" celetuk Agung keras.

"Ehm, masuk angin ibu." Potong Rani cepat, hanya masuk angin yang tetulis di otak Rani saat itu.

"Sudah dibawa ke dokter?"

"Iya, sudah bu, kata dokter Kisa disuruh istirahat dulu."

Bu Retno mengangguk pelan, lalu katanya "Salam buat Kisa, mudah- mudahan cepat sembuh".

Pelajaran dimulai, Bu Retno membahas tata carap enulisan surat dan macam- macamnya. Rani tidak begitu berminat, pikirannya melayang- layang ke rumah Kisa.

"Rani, mau jenguk Kisa lagi ga?" ucap Galang menghampiri Rani saat pulang sekolah.

"Ehm, mau. Kenapa? mau ikut ya?"

"Iya, sama Agung... Mmh, ga enak juga nih... Perwakilan dari kelas baru mau ngejenguk sekarang. Hehe.." seringainya sambil membetulkan kacamata yang tidak ada, Galang suka sekali mengusap lekukan hidung di pinggir mata.

"Boleh. Kisa pasti seneng kok."

%%%%%%%%

'Tok...tok...tok...'pintu diketuk ringan dari arah luar.

"Kisa, ada perwakilan dari kelas dateng, mereka mau jenguk kamu sayang" itu suara tante Dian, mamanya Kisa.

"O.. ia Ma, masuk aja, pintunya ga dikunci." balas Kisa. Pintu terbuka pelan, lalu masuk tiga orang teman- teman kelasnya. Ada satu sosok yang membuat giginya gatal, Galang.

Untuk beberapa saat lamanya mereka mengobrol dengan hangat, hanya Galang—yang seperti biasa—lebih banyak diam untuk memperhatikan.

"Kis, aku mau ngobrol sebentar, umh... berdua, bisa?" ucapnya saat pembicaraan sudah mulai reda. Kepalanya agak menunduk, tangan kirinya seperti sedang mengepal sesuatu, dan sesekali, tangan kanannya seolah membetulkan letak kacamata yang tidak terlihat.

Ketiganya, Kisa, Rani, dan Agung saling berpandangan, lalu melirik Galang yang masih menunduk malu.

Ya udah, kita keluar dulu... mh, pintunya ga kita tutup ya, hehe..." Rani keluar duluan disusul kemudian oleh Agung.

Hening.

"Surat itu, surat- surat itu aku yang kirim Kis!"aku Galang kaku. 'Heh!' balas Kisa tersenyum sinis.

"Udah tau kok!" timpal Kisa dalam suara yang ketus.

"T..t..tau dari mana?" Galang gagap. Dia yakin kalau rencananya sudah dilakukan serapih mungkin.

"Soalnya yang paling berkemungkinan ga berani ngomong itu kamu! Lagian jadi orang pemalunya minta ampun sih!... Coba kalo kamu berani ngomong dari awal, aku kan ga harus ngelabrak si Danish, pake salahorang lagi! Malu- maluin tau ga. Terkenal di seantero kelas sepuluh 'eh, itu kakak yang ngelabrak si Danish itu ya? Isi suratnya apaan sih? Denger- denger salah labrak y!' fiuuuh! Jangan lagi-lagi deh!" Kisa membuang muka, intonasi suaranya sengaja dinaikkan 3 oktaf.

"Iya, aku salah, makanya aku nekad datang kesini... aku juga mau ngomong sesuatu, makanya aku nekad minta ngomong berdua." Ucapnya masih menunduk, dan lagi- lagi tangan kanannya seolah membetulkan kacamata yang tak ada.

"Mau ngomong apa?"

"Kamu udah tau kok."

"Belum tau iih! Enak aja! Kamunya aja belum bilang kan?!"

"Eh... ah.... ehhh..." Galang masih gagap.

"Aduh, ah- eh- ah- eh- ah- eh! Mau ngomong gitu doang? Repot amat sih?" Kisa sebenarnya pengen ketawa ngeliat tingkah Galang, tapikan harus dikerjain dulu dikit mah! Hahaha! Bahak Kisa dalam hati.

"Kisa sebenarnya... sebenarnya aku suka sama kamu..." sampai tahap ini Galang sudah berkeringat, tapi Kisa masih belum puas.

"'Kamu'? 'Kamu' siapa? Di sini tulisannya 'The Queen Heart of Mine'"

"Umh... aku suka sama kamu, Kisa, The Queen Heart of Mine..."

"Haha...! Gitu dong, kan enak dengernya... hahaha!." Kisa melirik Galang yang masih menunduk.

"Mmh, sama kok... Lang." jawab Kisa singkat. Kali ini Kisa juga menunduk.

Galang tersenyum mengangkat muka, seolah dengan begitu dia jadi tahu kalau kupingnya tidak salah dengar. Lalu entah kenapa, Galang senang melihat Kisa menunduk salah tingkah. Hhmh...Ada hangat yang sejuk menyusup ke dalam relung hatinya. Sore itu, matahari bersinar hangat, semilir angin menyapa setiap pohon yang ditemuinya dengan lembut. Burung-burung kecil berkicau dengan bebas, sebebas hati Kisa dan Galang sekarang.

%%%%

%%%%TAMAT%%%%

%%%%

No comments:

Post a Comment